Sejak Dr. Gericke melakukan percobaan hidroponik berskala besar dengan menanam tanaman tomat, selada dan sayuran lainnya, teknik budidaya ini semakin berkembang dan banyak digunakan orang. Hidroponik adalah menanam dengan memakai arang sekam atau media tanam lain dengan pemanfaatan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam bentuk cair dengan cara disiramkan.
Budidaya tanaman menggunakan sistem atau teknik ini merupakan salah satu cara yang ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan proses budidaya tanaman ini tidak membutuhkan pestisida yang biasanya dilakukan secara berlebihan. Teknik penanaman ini bisa menggunakan berbagai media tanaman, salah satu yang kerap digunakan adalah rockwool.
Di Sampoerna Academy, ada dua siswa yang menjalankan proyek mengenai proses hidroponik di rumah dengan medianya spons. Penasaran seperti apa hasilnya? Sebelum mengetahui hasilnya, yuk pahami dulu penjelasan mengenai hidroponik di bawah ini.
Pengertian Hidroponik
Tanaman hidroponik adalah salah satu cara budidaya menanam tanpa menggunakan media tanah dan hanya memanfaatkan air. Hal yang ditekankan dalam teknik menanam ini adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Teknik menanam ini memerlukan air lebih sedikit jika dibandingkan dengan cara menanam konvensional lainnya. Metode penanaman ini diklaim sangat sesuai diterapkan di daerah dengan wilayah yang memiliki sedikit air. Meskipun dalam kebutuhan nutrisi tanaman menjadi sangat penting terhadap pertumbuhan tanaman yang maksimal. Nutrisi pada tanaman yang dibudidaya secara hidroponik bisa berasal dari berbagai macam sumber, termasuk contohnya kotoran bebek hingga pupuk kimia.Secara Etimologi
Secara bahasa, hidroponik diambil dari bahasa Yunani yakni hydro yang berarti air dan ponos yang berarti daya. Hidroponik dikenal sebagai soilless culture atau budidaya tanpa menggunakan tanah. Hingga hidroponik merupakan sebuah budidaya tanaman yang menggunakan air dan tidak memakai tanah sebagai media tanamnya.Sejarah & Asal Hidroponik
Diawali dengan sebuah percobaan tanam tanpa tanah yang tercatat dalam buku karya Francis Bacon di tahun 1627 hingga kemudian dijadikan dasar sebagai bahan penelitian lebih lanjut. Di tahun 1699, John Woodward yang merupakan seorang naturalis dan geologis asal Inggris mempublikasikan hasil menanam tanaman mint menggunakan teknik air. Dari percobaan itu diketahui bahwa tanaman bisa tumbuh dengan lebih baik dalam air yang kurang murni ketimbang menggunakan air sulingan. Nyaris dua abad, tepatnya pada 1842 diketahui adanya 9 elemen yang dipercaya memiliki faktor penting untuk menanam dengan menggunakan media air. Di tahun 1859-1875 giliran ahli botani asal Jerman yang mengembangkan teknik menanam tanpa tanah. Hingga akhirnya metode ini menjadi sebuah riset standar serta teknik mengajar yang dipakai sampai saat ini. Teknik menanam ini dinamakan dengan solution culture atau juga budidaya solusi, hingga pada 1930-an seorang ahli botani kembali melakukan investigasi terkait adanya beberapa wabah penyakit dalam sebuah tanaman dan dilakukan penelitian terhadap kondisi media tanah. Penelitian itu menghasilkan kesimpulan jika menanam dengan air akan mengurangi risiko wabah penyakit. Pada 1929, William Frederick Gericke yang merupakan seorang ahli dari Universitas California mulai mempromosikan teknik menanam solution culture untuk produksi pertanian. Awalnya dipakai nama aquaculture, namun disadari nama ini sudah dipakai untuk teknik lain. Gericke kemudian mengejutkan banyak orang dengan hasil tanam tomatnya yang mencapai 7,6 meter, yang ditanam tepat di belakang rumah hanya dengan menggunakan air. Hingga pada 2937, psikolog bernama W.A Setchell mengusulkan istilah apa itu hidroponik kepada Gericke, meskipun saat itu ia merasa teknik ini belum tepat untuk dipublikasikan.Perkembangan Hidroponik di Indonesia
Sebelum dipublikasikan, Gericke sempat mengalami perselisihan dengan Universitas California setelah teknik tanamnya dinilai tidak membawa keuntungan bagi tanaman. Usai menjalani penelitian di sebuah rumah kaca milik universitasnya, Gericke resmi melepas jabatan yang diemban di perguruan tinggi tersebut karena perbedaan pendapat. Hoagland sebagai salah satu utusan Universitas California menemukan sebuah cara pemberian nutrisi yang baik untuk tanaman budidaya hidroponik. Teknik awal Gericke yang dikembangkan dikombinasikan dengan teknik Hoagland yang menghasilkan tanaman berkualitas. Teknik hidroponik pun masuk ke Indonesia sejak tahun 1980, oleh Bob Sadino. Sebagai seorang narasumber dan pakar dalam agribisnis, Bob Sadino memperkenalkan teknik hidroponik di Indonesia. Berawal dari hobi menanam dan merupakan salah satu aktivitas yang kerap dilakukan masyarakat Indonesia mengisi waktu senggang. Kini hidroponik sudah menjadi cara budidaya tanaman yang komersial. Semakin berkembangnya teknik penanaman ini, ditambah dengan sempitnya ruang di daerah perkotaan membuat hidroponik semakin dipilih sebagai cara menanam. Hal ini karena proses penanaman hidroponik bisa dilakukan di berbagai tempat, seperti samping rumah, tembok dan pagar hingga di atas kolam renang. Baca juga: Apa Itu Ferris Wheel atau Bianglala? Sejarah & Proses ManufakturnyaKelebihan dan Kekurangan Hidroponik
Kelebihan Teknik Hidroponik
Salah satu kelebihan teknik penanaman ini yang paling memudahkan adalah berkurangnya penggunaan air dalam proses penanaman. Penghematan air ini akan sangat baik untuk pemeliharaan kondisi dari lingkungan. Tak hanya bisa diterapkan pada kawasan yang banyak air, lingkungan kering juga sudah memiliki solusi, berikut kelebihan metode hidroponik.- Tidak membutuhkan media tanah.
- Memberi hasil yang lebih banyak.
- Lebih steril, bersih baik terhadap proses maupun hasil.
- Media tanam bisa dipakai hingga berulang kali.
- Tanaman yang bisa tumbuh relatif lebih cepat.
- Bebas dari hama maupun tanaman pengganggu.
- Nutrisi dari tumbuhan bisa dikendalikan secara lebih efisien, sehingga lebih efektif.
- Polusi nutrisi kimia pada lingkungan lebih rendah.
- Air yang terus bersirkulasi dapat digunakan untuk keperluan lain, seperti akuarium.